Soft skills adalah seperangkat kemampuan yang mempengaruhi bagaimana kita
berinteraksi dengan orang lain. Soft skills memuat komunikasi efektif, berpikir kreatif dan
kritis, membangun tim, serta kemampuan lainnya yang terkait kapasitas kepribadian individu.
Tujuan dari pelatihan soft skills adalah memberikan kesempatan kepada individu untuk untuk
mempelajari perilaku baru dan meningkatkan hubungan antar pribadi dengan orang lain. Soft
skills memiliki banyak manfaat, misalnya pengembangan karir serta etika profesional. Dari
sisi organisasional, soft skills memberikan dampak terhadap kualitas manajemen secara total,
efektivitas institusional dan sinergi inovasi. Esensi soft skills adalah kesempatan. Lulusan
memerlukan soft skills untuk membuka dan memanfaatkan kesempatan.
Sukses di dalam sebuah pekerjaan tidak hanya bergantung kepada rasio dan logika
individu tetapi juga kapasitas kemanusiannya. Kemampuan yang dimiliki manusia dapat
diibaratkan sebagai Gunung Es (Ice Berg). Yang nampak di luar permukaan air ialah
kemampuan Hard Skill/ Technical Skill, sedangkan kemampuan yang berada di bawah
permukaan air dan memiliki porsi yang paling besar ialah kemampuan Soft Skill. Soft skill
merupakan kemampuan yang tidak tampak dan seringkali berhubungan dengan emosi
manusia
Ada sebuah peta atribut personal yang menggambarkan atribut-atribut dari kompetensi
hingga moral individu dalam sebuah kontinum. Dilihat dari konstraknya, semakin bergerak ke
kanan menunjukkan atribut tersebut semakin empirik dan sebaliknya semakin bergerak ke kiri
atribut tersebut semakin abstrak. Dilihat dari proses peningkatannya, semakin ke kanan
semakin berorientasi pada kegiatan yang langsung dan semakin ke kiri semakin berorientasi
pada kegiatan yang tidak langsung. Misalnya hard skills yang dapat ditingkatkan dengan studi
mandiri dengan didukung oleh pelatihan yang intensif. Untuk memahami konsep aritmetika
misalnya, mahasiswa harus belajar dengan mandiri yang didukung dengan fasilitasi dosen
untuk
Pada peta tersebut terlihat bahwa soft skills terletak antara perilaku individu dan keterampilan
pengelolaan diri. Intervensi yang dapat diberikan dalam meningkatkan soft skills adalah
dengan pelatihan atau dengan pembinaan yang intensif. Di sisi lain nilai-nilai dan moral dapat
ditingkatkan dengan kegiatan berfokus pada peningkatan kesadaran diri.
berinteraksi dengan orang lain. Soft skills memuat komunikasi efektif, berpikir kreatif dan
kritis, membangun tim, serta kemampuan lainnya yang terkait kapasitas kepribadian individu.
Tujuan dari pelatihan soft skills adalah memberikan kesempatan kepada individu untuk untuk
mempelajari perilaku baru dan meningkatkan hubungan antar pribadi dengan orang lain. Soft
skills memiliki banyak manfaat, misalnya pengembangan karir serta etika profesional. Dari
sisi organisasional, soft skills memberikan dampak terhadap kualitas manajemen secara total,
efektivitas institusional dan sinergi inovasi. Esensi soft skills adalah kesempatan. Lulusan
memerlukan soft skills untuk membuka dan memanfaatkan kesempatan.
Sukses di dalam sebuah pekerjaan tidak hanya bergantung kepada rasio dan logika
individu tetapi juga kapasitas kemanusiannya. Kemampuan yang dimiliki manusia dapat
diibaratkan sebagai Gunung Es (Ice Berg). Yang nampak di luar permukaan air ialah
kemampuan Hard Skill/ Technical Skill, sedangkan kemampuan yang berada di bawah
permukaan air dan memiliki porsi yang paling besar ialah kemampuan Soft Skill. Soft skill
merupakan kemampuan yang tidak tampak dan seringkali berhubungan dengan emosi
manusia
Ada sebuah peta atribut personal yang menggambarkan atribut-atribut dari kompetensi
hingga moral individu dalam sebuah kontinum. Dilihat dari konstraknya, semakin bergerak ke
kanan menunjukkan atribut tersebut semakin empirik dan sebaliknya semakin bergerak ke kiri
atribut tersebut semakin abstrak. Dilihat dari proses peningkatannya, semakin ke kanan
semakin berorientasi pada kegiatan yang langsung dan semakin ke kiri semakin berorientasi
pada kegiatan yang tidak langsung. Misalnya hard skills yang dapat ditingkatkan dengan studi
mandiri dengan didukung oleh pelatihan yang intensif. Untuk memahami konsep aritmetika
misalnya, mahasiswa harus belajar dengan mandiri yang didukung dengan fasilitasi dosen
untuk
Pada peta tersebut terlihat bahwa soft skills terletak antara perilaku individu dan keterampilan
pengelolaan diri. Intervensi yang dapat diberikan dalam meningkatkan soft skills adalah
dengan pelatihan atau dengan pembinaan yang intensif. Di sisi lain nilai-nilai dan moral dapat
ditingkatkan dengan kegiatan berfokus pada peningkatan kesadaran diri.
Banyak ditemukan hasil penelitian yang menunjukkan kesuksesan individu dalam
bekerja dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian individu. Penelitian kemudian mengarah
pada pertanyaan karakteristik kepribadian seperti apakah yang mendukung kesuksesan dalam
bekerja. Dari banyak teori kepribadian, teori kepribadian lima faktor (five factors personality)
banyak dipakai untuk meninjau kesuksesan dalam bekerja. Lima faktor kepribadian tersebut
merupakan gambaran mengenai karakteristik khas individu yang unik dan relatif stabil. Lima
bekerja dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian individu. Penelitian kemudian mengarah
pada pertanyaan karakteristik kepribadian seperti apakah yang mendukung kesuksesan dalam
bekerja. Dari banyak teori kepribadian, teori kepribadian lima faktor (five factors personality)
banyak dipakai untuk meninjau kesuksesan dalam bekerja. Lima faktor kepribadian tersebut
merupakan gambaran mengenai karakteristik khas individu yang unik dan relatif stabil. Lima
faktor tersebut antara lain :
1. Ketahanan Pribadi (conscientiousness). Ketahanan pribadi ini ditunjukkan dengan
karakter gigih, sistematis, pantang menyerah, motivasi tinggi dan tahan terhadap beban
pekerjaan.
2. Ekstraversi (extraversion). Tipe kepribadian ini ditandai dengan keterampilan membina
hubungan dan komunikasi yang efektif, pandai bergaul, bekerja sama, aktif,
mengutamakan kerjasama, atraktif dan asertif (terbuka).
3. Keramahan (agreableness). Tipe ini ditandai dengan sikap ramah, rendah hati, tidak mau
menunjukkan kelebihannya, mudah simpati, hangat, dapat dipercaya dan sopan.
4. Emosi Stabil (emotion stability). Tipe ini ditandai dengan sikap yang tenang, tidak mudah
cemas dan tertekan, mudah menerima, tidak mudah marah dan percaya diri.
5. Keterbukan terhadap pengalaman (openess). Individu dengan tipe ini memiliki daya pikir
yang imajinatif, menyukai tantangan, anti kemapanan, kreatif, kritis dan memiliki rasa
ingin tahu yang besar.
Kelima faktor kepribadian ini didapatkan dari penelitian yang bertahun-tahun
dilakukan dalam kajian psikologi yang merupakan intisari dari karakteristik kepribadian
manusia. Dari kelima faktor di atas, faktor katahanan pribadi dan kestabilan emosi merupakan
prediktor yang paling besar terhadap kesuksesan dalam bekerja secara umum (Barrick dkk.,
2001). Di sisi lain ketiga faktor lainnya menjadi prediktor kesuksesan yang tidak langsung,
tergantung dari kriteria pekerjaan yang diemban. Misalnya ekstraversi lebih tepat untuk
pekerjaan yang membutuhkan hubungan interpersonal atau negosiasi, individu dengan tipe
keramahan lebih tepat pada pekerjaan yang membutuhkan sifat kooperatif, tipe keterbukaan
terhadap pengalaman lebih tepat pada posisi peneliti atau tim kreatif. Hasil penelitian terbaru
menemukan bahwa peranan tipe kepribadian terhadap kesuksesan diperantarai oleh motivasi.
Artinya jika tidak didukung dengan motivasi yang kuat, efektivitas peranan tersebut menjadi
berkurang.
karakter gigih, sistematis, pantang menyerah, motivasi tinggi dan tahan terhadap beban
pekerjaan.
2. Ekstraversi (extraversion). Tipe kepribadian ini ditandai dengan keterampilan membina
hubungan dan komunikasi yang efektif, pandai bergaul, bekerja sama, aktif,
mengutamakan kerjasama, atraktif dan asertif (terbuka).
3. Keramahan (agreableness). Tipe ini ditandai dengan sikap ramah, rendah hati, tidak mau
menunjukkan kelebihannya, mudah simpati, hangat, dapat dipercaya dan sopan.
4. Emosi Stabil (emotion stability). Tipe ini ditandai dengan sikap yang tenang, tidak mudah
cemas dan tertekan, mudah menerima, tidak mudah marah dan percaya diri.
5. Keterbukan terhadap pengalaman (openess). Individu dengan tipe ini memiliki daya pikir
yang imajinatif, menyukai tantangan, anti kemapanan, kreatif, kritis dan memiliki rasa
ingin tahu yang besar.
Kelima faktor kepribadian ini didapatkan dari penelitian yang bertahun-tahun
dilakukan dalam kajian psikologi yang merupakan intisari dari karakteristik kepribadian
manusia. Dari kelima faktor di atas, faktor katahanan pribadi dan kestabilan emosi merupakan
prediktor yang paling besar terhadap kesuksesan dalam bekerja secara umum (Barrick dkk.,
2001). Di sisi lain ketiga faktor lainnya menjadi prediktor kesuksesan yang tidak langsung,
tergantung dari kriteria pekerjaan yang diemban. Misalnya ekstraversi lebih tepat untuk
pekerjaan yang membutuhkan hubungan interpersonal atau negosiasi, individu dengan tipe
keramahan lebih tepat pada pekerjaan yang membutuhkan sifat kooperatif, tipe keterbukaan
terhadap pengalaman lebih tepat pada posisi peneliti atau tim kreatif. Hasil penelitian terbaru
menemukan bahwa peranan tipe kepribadian terhadap kesuksesan diperantarai oleh motivasi.
Artinya jika tidak didukung dengan motivasi yang kuat, efektivitas peranan tersebut menjadi
berkurang.
B. ELEMEN SOFT SKILLS
Soft skills memiliki banyak variasi yang di dalamnya termuat elemen-elemen. Berikut
ini akan dijelaskan beberapa jenis soft skills yang terkait dengan kesuksesan dalam dunia kerja
berdasarkan dari hasil-hasil penelitian.
1. Kecerdasan Emosi. Melalui penelitian yang intensif Goleman (1998) menemukan bahwa
kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa smart seseorang dalam
menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan keterampilannya, akan tetapi seberapa
besar seseorang mampu mengelola dirinya dan interaksi dengan orang lain. Keterampilan
tersebut dinamakan dengan kecerdasan emosi. Terminologi kecerdasan Emosi
diperkenalkan pertama kali oleh Salovey dan Mayer untuk menyatakan kualitas-kualitas
seseorang, seperti kemampuan memahami perasaan orang lain, empati, dan pengaturan
emosi untuk meningkatkan kualitas hidup (Gibbs, 1995). Kecerdasan emosi juga meliputi
sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri
sendiri dan orang lain; dan kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi,
merencanakan, dan meraih tujuan hidup.
2. Gaya Hidup Sehat. Marchand dkk (2005) menemukan bahwa uang jutaan dolar terbuang
oleh institusi dan masyarakat karena faktor minimnya produktivitas, pelayanan kesehatan,
kecelakaan kerja dan pegawai yang absen dalam bekerja. Pendukung utama dari sekian
indikator tersebut adalah gaya hidup individu yang tidak sehat. University of Central
Florida memasukkan tema gaya hidup sehat ini sebagai target pengembangan soft skills
bagi mahasiswa mereka. Topik yang diangkat dalam pengembangannya memuat nutrisi,
manajemen stres, pengelolaan waktu, cultural diversity, dan penyalahgunaan obat
terlarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup yang sehat mempengaruhi
tingginya ketahanan, fleksibiltas dan konsep diri yang sehat yang mempengaruhi
tingginya partisipasi dalam komunitas.
3. Komunikasi Efektif. Cangelosi dan Petersen (1998) menemukan bahwa banyak kegagalan
siswa di sekolah, masyarakat dan tempat kerja diakibatkan rendahnya keterampilan dalam
berkomunikasi. Selain keterampilan komunikasi berperan secara langsung, peranan tidak
langsung juga ditemukan. Secara tidak langsung keterampilan komunikasi mempengaruhi
tingkat kepercayaan diri dan dukungan sosial yang kemudian dilanjutkan pengaruhnya ke
kesuksesan.
Soft skills memuat banyak jenis dan variasi. Institusi perlu menetapkan terlebih dahulu
jenis soft skills yang dikembangkan. Eksplorasi hasil penelitian dan masukan dari alumni atau
pakar dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk memilih soft skills mana yang akan
ditingkatkan.
C. PENGUKURAN SOFT SKILLS
ini akan dijelaskan beberapa jenis soft skills yang terkait dengan kesuksesan dalam dunia kerja
berdasarkan dari hasil-hasil penelitian.
1. Kecerdasan Emosi. Melalui penelitian yang intensif Goleman (1998) menemukan bahwa
kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa smart seseorang dalam
menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan keterampilannya, akan tetapi seberapa
besar seseorang mampu mengelola dirinya dan interaksi dengan orang lain. Keterampilan
tersebut dinamakan dengan kecerdasan emosi. Terminologi kecerdasan Emosi
diperkenalkan pertama kali oleh Salovey dan Mayer untuk menyatakan kualitas-kualitas
seseorang, seperti kemampuan memahami perasaan orang lain, empati, dan pengaturan
emosi untuk meningkatkan kualitas hidup (Gibbs, 1995). Kecerdasan emosi juga meliputi
sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri
sendiri dan orang lain; dan kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi,
merencanakan, dan meraih tujuan hidup.
2. Gaya Hidup Sehat. Marchand dkk (2005) menemukan bahwa uang jutaan dolar terbuang
oleh institusi dan masyarakat karena faktor minimnya produktivitas, pelayanan kesehatan,
kecelakaan kerja dan pegawai yang absen dalam bekerja. Pendukung utama dari sekian
indikator tersebut adalah gaya hidup individu yang tidak sehat. University of Central
Florida memasukkan tema gaya hidup sehat ini sebagai target pengembangan soft skills
bagi mahasiswa mereka. Topik yang diangkat dalam pengembangannya memuat nutrisi,
manajemen stres, pengelolaan waktu, cultural diversity, dan penyalahgunaan obat
terlarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup yang sehat mempengaruhi
tingginya ketahanan, fleksibiltas dan konsep diri yang sehat yang mempengaruhi
tingginya partisipasi dalam komunitas.
3. Komunikasi Efektif. Cangelosi dan Petersen (1998) menemukan bahwa banyak kegagalan
siswa di sekolah, masyarakat dan tempat kerja diakibatkan rendahnya keterampilan dalam
berkomunikasi. Selain keterampilan komunikasi berperan secara langsung, peranan tidak
langsung juga ditemukan. Secara tidak langsung keterampilan komunikasi mempengaruhi
tingkat kepercayaan diri dan dukungan sosial yang kemudian dilanjutkan pengaruhnya ke
kesuksesan.
Soft skills memuat banyak jenis dan variasi. Institusi perlu menetapkan terlebih dahulu
jenis soft skills yang dikembangkan. Eksplorasi hasil penelitian dan masukan dari alumni atau
pakar dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk memilih soft skills mana yang akan
ditingkatkan.
C. PENGUKURAN SOFT SKILLS
Soft skills lebih didominasi oleh komponen kepribadian individu sehingga prosedur
pengukurannya sedikit berbeda dengan pengukuran komponen abilitas individu. Oleh karena
itu pengukuran soft skills akan mengarah pada karakteristik yang sifatnya internal dan
manifest pada diri individu seperti dimensi afektif, motivasi, interes, atau sikap. Pengukuran
kepribadian terbagi menjadi dua jenis yaitu pelaporan diri (self-report) dan proyeksi
(projective). Tulisan ini akan mengeksplorasi pengukuran pada jenis self report.
1. Self Report
pengukurannya sedikit berbeda dengan pengukuran komponen abilitas individu. Oleh karena
itu pengukuran soft skills akan mengarah pada karakteristik yang sifatnya internal dan
manifest pada diri individu seperti dimensi afektif, motivasi, interes, atau sikap. Pengukuran
kepribadian terbagi menjadi dua jenis yaitu pelaporan diri (self-report) dan proyeksi
(projective). Tulisan ini akan mengeksplorasi pengukuran pada jenis self report.
1. Self Report
Sebagaimana tes yang diartikan sebagai sekumpulan sampel respon yang
menunjukkan atribut ukur pada diri individu, pengukuran soft skills juga menghasilkan
sejumlah respon dari individu yang menunjukkan tingkat soft skills yang dimiliki. Self report
merupakan sekumpulan stimulus berupa pernyataan, pertanyaan atau daftar deskripsi diri
yang direspon oleh individu. Pernyataan merupakan turunan dari domain ukur yang sifanya
teoritik konseptual setelah melalui proses operasionalisasi menjadi indikator-indikator.
Setelah domain ukur dan indikator telah ditetapkan, proses penyusunan instrumen pengukuran
selanjutnya adalah penulisan item (wording). Misalnya mengukur tingkat ekstraversi individu
diwujudkan melalui pernyataan “Saya senang bisa berinteraksi dengan banyak orang” atau
“Saya lebih suka bekerja sama dibanding dengan bekerja sendirian”. Item ini kemudian
direspon dengan kontinum dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Proses penulisan
item ini merupakan seni tersendiri yang membutuhkan kepekaan dalam membahasakan
indikator empirik perilaku individu.
Berbagai desain instrumen pengukuran dapat diaplikasikan dalam pengukuran soft
skills, seperti model likert, guttman atau semantik diferensial dengan beberapa modifikasi
jenis respon maupun jumlah alternatif respon. Jenis respon pada umumnya mengarah pada
persetujuan (setuju-tidak setuju) subjek terhadap pernyataan yang diberikan, namun bisa
dimodifikasi menjadi evaluasi (baik-buruk), potensi (kuat-lemah) atau frekuensi perilaku
(sering-tidak pernah). Jumlah respon biasanya bergerak pada skala lima pilihan dapat
dimodifikasi menjadi tiga atau empat pilihan.
menunjukkan atribut ukur pada diri individu, pengukuran soft skills juga menghasilkan
sejumlah respon dari individu yang menunjukkan tingkat soft skills yang dimiliki. Self report
merupakan sekumpulan stimulus berupa pernyataan, pertanyaan atau daftar deskripsi diri
yang direspon oleh individu. Pernyataan merupakan turunan dari domain ukur yang sifanya
teoritik konseptual setelah melalui proses operasionalisasi menjadi indikator-indikator.
Setelah domain ukur dan indikator telah ditetapkan, proses penyusunan instrumen pengukuran
selanjutnya adalah penulisan item (wording). Misalnya mengukur tingkat ekstraversi individu
diwujudkan melalui pernyataan “Saya senang bisa berinteraksi dengan banyak orang” atau
“Saya lebih suka bekerja sama dibanding dengan bekerja sendirian”. Item ini kemudian
direspon dengan kontinum dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Proses penulisan
item ini merupakan seni tersendiri yang membutuhkan kepekaan dalam membahasakan
indikator empirik perilaku individu.
Berbagai desain instrumen pengukuran dapat diaplikasikan dalam pengukuran soft
skills, seperti model likert, guttman atau semantik diferensial dengan beberapa modifikasi
jenis respon maupun jumlah alternatif respon. Jenis respon pada umumnya mengarah pada
persetujuan (setuju-tidak setuju) subjek terhadap pernyataan yang diberikan, namun bisa
dimodifikasi menjadi evaluasi (baik-buruk), potensi (kuat-lemah) atau frekuensi perilaku
(sering-tidak pernah). Jumlah respon biasanya bergerak pada skala lima pilihan dapat
dimodifikasi menjadi tiga atau empat pilihan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek dapat memberikan jawaban yang menipu
(faking) pada pengukuran self report dengan tujuan untuk memberikan impresi yang positif
mengenai dirinya. Namun dengan menggunakan penulisan item dan desain pengukuran yang
tepat serta kondisi pengukuran yang tidak menekan akan membuat subjek akan memberikan
respon yang sesuai dengan kondisinya. Hasil penelitian Widhiarso dan Suhapti (2008)
menemukan terdapat karakteristik item yang rentan dan tahan terhadap respon yang menipu.
Sebagai contoh, item yang sifatnya dapat diverifikasi lebih tahan terhadap tipuan respon
dibanding dengan item yang tidak dapat diverifikasi. Di sisi lain prosedur penyekoran item
juga dapat meningkatkan ketahanan pengukuran afeksi untuk tahan terhadap tipuan respon.
Prosedur penyekoran ipsatif terbukti dapat mereduksi potensi subjek untuk memberikan
respon yang menipu.
2. Checklist
(faking) pada pengukuran self report dengan tujuan untuk memberikan impresi yang positif
mengenai dirinya. Namun dengan menggunakan penulisan item dan desain pengukuran yang
tepat serta kondisi pengukuran yang tidak menekan akan membuat subjek akan memberikan
respon yang sesuai dengan kondisinya. Hasil penelitian Widhiarso dan Suhapti (2008)
menemukan terdapat karakteristik item yang rentan dan tahan terhadap respon yang menipu.
Sebagai contoh, item yang sifatnya dapat diverifikasi lebih tahan terhadap tipuan respon
dibanding dengan item yang tidak dapat diverifikasi. Di sisi lain prosedur penyekoran item
juga dapat meningkatkan ketahanan pengukuran afeksi untuk tahan terhadap tipuan respon.
Prosedur penyekoran ipsatif terbukti dapat mereduksi potensi subjek untuk memberikan
respon yang menipu.
2. Checklist
Checklist adalah jenis alat ukur afektif atau perilaku yang memuat sejumlah indikator,
biasanya kata sifat atau perilaku yang diisi oleh seorang penilai (rater). Checklist lebih
banyak dipakai untuk mengukur aspek psikologis yang tampak (overt), misalnya perilaku.
Sama seperti self report, penyusunan item-item pada checklist juga diawali dari
operasionalisasi aspek-aspek domain ukur yang sifatnya konseptual menjadi seperangkat
indikator yang sifatnya operasional. Pada pengukuran soft skills, checklist lebih tepat dipakai
untuk mengukur dimensi perilaku mahasiswa misalnya cara mempresentasikan makalah, cara
berinteraksi dengan orang lain, atau strategi mengatasi masalah. Teknik peer evaluation antar
mahasiswa biasanya menggunakan checklist.
3. Pengukuran Performansi
biasanya kata sifat atau perilaku yang diisi oleh seorang penilai (rater). Checklist lebih
banyak dipakai untuk mengukur aspek psikologis yang tampak (overt), misalnya perilaku.
Sama seperti self report, penyusunan item-item pada checklist juga diawali dari
operasionalisasi aspek-aspek domain ukur yang sifatnya konseptual menjadi seperangkat
indikator yang sifatnya operasional. Pada pengukuran soft skills, checklist lebih tepat dipakai
untuk mengukur dimensi perilaku mahasiswa misalnya cara mempresentasikan makalah, cara
berinteraksi dengan orang lain, atau strategi mengatasi masalah. Teknik peer evaluation antar
mahasiswa biasanya menggunakan checklist.
3. Pengukuran Performansi
Beberapa soft skills banyak yang terkait dengan abilitas relatif aktual seperti
komunikasi efektif, pemecahan masalah, berpikir kreatif atau berpikir kritis sehingga
pengukuran dengan menggunakan self report pada tataran tertentu kurang relevan. Desain
yang tepat untuk mengukur komponen ini adalah pengukuran performansi. Pengukuran
performansi merupakan pengukuran terhadap proses atau hasil kinerja individu terhadap tugas
yang diberikan. Penyekoran dilakukan dosen berdasarkan rubrik yang telah dibuat
sebelumnya. Rubrik merupakan panduan penyekoran yang memuat kriteria performansi.
Penyekoran dapat dilakukan ketika subjek sedang bekerja atau hasil pekerjan yang diberikan.
Sebelum diaplikasikan kepada subjek, instrumen yang dibuat perlu dievaluasi
kualitasnya yang ditunjukkan oleh properti psikometris instrumen tersebut dari data uji coba
instrumen soft skills. Pengukuran soft skills terhadap mahasiswa perlu dikenakan pada setiap
kategori mahasiswa, dari mahasiswa baru, mahasiswa tingkat menengah dan mahasiswa
tingkat akhir.
komunikasi efektif, pemecahan masalah, berpikir kreatif atau berpikir kritis sehingga
pengukuran dengan menggunakan self report pada tataran tertentu kurang relevan. Desain
yang tepat untuk mengukur komponen ini adalah pengukuran performansi. Pengukuran
performansi merupakan pengukuran terhadap proses atau hasil kinerja individu terhadap tugas
yang diberikan. Penyekoran dilakukan dosen berdasarkan rubrik yang telah dibuat
sebelumnya. Rubrik merupakan panduan penyekoran yang memuat kriteria performansi.
Penyekoran dapat dilakukan ketika subjek sedang bekerja atau hasil pekerjan yang diberikan.
Sebelum diaplikasikan kepada subjek, instrumen yang dibuat perlu dievaluasi
kualitasnya yang ditunjukkan oleh properti psikometris instrumen tersebut dari data uji coba
instrumen soft skills. Pengukuran soft skills terhadap mahasiswa perlu dikenakan pada setiap
kategori mahasiswa, dari mahasiswa baru, mahasiswa tingkat menengah dan mahasiswa
tingkat akhir.
BAB I & II (GAMBARAN UMUM MANAJEMEN)
GAMBARAN UMUM MANAJEMEN
1. PENGERTIAN
Manajemen biasanya didefinisikan sebagai fungsi manajer, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Jadi dapat dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses. Proses merupakan suatu cara sistematik yang sudah ditetapkan untuk melakukan kegiatan. Dengan merujuk pada definisi diatas, maka majemen berarti suatu proses yang menekankan keterlibatan dan aktivitas yang saling terkait untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
2. TINGKATAN MANAJEMEN
1. Manajer pada tingkat tertinggi hirarki organisasi , seperti direktur dan para wakil direktur, sering disebut berada pada tingkat perencanaan strategis. Bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi secara keseluruhan. Menetaplan arah kebijaksanaan, membuat rencana dan sasaran jangka panjang, merumuskan strategi, menyusun prosedur operasional organisasi secara umum, serta menetapkan pedoman interaksi organisasi dengan lingkungannya. Jadi, manajer tingkat atas memerlukan informasi berupa ringkasan dari seluruh transaksi yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Informasi dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik, yang penting berupa informasi global dari seluruh transaksi yang terjadi.
2. Manajer tingkat menengah mencakup manajer wilayah, direktur produk dan kepala divisi, berada pada tingkat pengendalian manajemen. Bertanggung jawab atas pengelolaan organisasi berdasarkan departementalisasi, wilayah, produk atau divisi. Merumuskan rencana dan sasaran operasional jangka menengah, merumuskan strategi, menyusun prosedur, melakukan pengendalian dan membuat keputusan operasional berdasarkan lingkup tanggung jawabnya. Jadi, manajer tingkat menengah memerlukan informasi berdasarkan divisinya. Khusus untuk departemen persedian barang, majer membutuhkan informasi rinci tentang produk yang laris, sehingga dapat dibuat perencanaan yang matang untuk menjamin persedian produk tersebut.
3. Manajer tingkat bawah, mencakup kepala departemen, supervisor, pimpinan proyek, berada pada manajen tingkat pengendalian operasional. Bertanggung jawab atas pelaksanaan rencana dan sasaran operasional, membuat keputusan jangka pendek berdasarkan arah kebijakan, prosedur dan pedoman yang telah ditetapkan, serta mengendalikan transaksi harian. Jadi manajer tingkat ini membutuhkan informasi rinci dari pergerakan setiap transaksi agar dapat melakukan control terhadap proses tersebut.
4. FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
Henry Fayol, menyatakan bahwa manajer melakukan lima fungsi-fungsi manajemen yang utama. Pertama, majer merencanakan (Plan) apa yang akan mereka lakukan. Kemudian mengorganisasikan (Organize) untuk mencapai rencana tersebut. Selanjutnya mereka menyusun staff (Staffing) organisasi mereka dengan sumber daya yang diperlukan. Dengan sumber daya yang ada, mereka mengarahkan (direct) untuk melaksanakan rencana. Akhirnya mereka mengendalikan (control) sumber daya, menjaganya agar tetap beroperasional secara optimal.
5. PERAN MANAJEMEN
Menurut Henry Mintzberg
1. Peran Interpersonal : peran hubungan personal dapat terdiri dari : = figur kepala (figur head) : manajer mewakili organisasi
untuk kegiatan2 diluar organisasi.
=pemimpin(leader) : manajer mengkoordinasi, mengendalikan, memotivasi, dan mendukung bawahan-
bawahannya.
= penghubung (liaison) : manajer menghubungkan
personal2 di semua tingkatan manajemen.
2. Peran Informational : peran dari manajer sebagai pusat syaraf (nerve center) organisasi untuk menerima informasi yg paling mutakhir dan sebagai penyebar ( disseminator) informasi keseluruh personal di organisasi. Peran informasi lainnya adalah manajer sebagai juru bicara (spokesman) untuk menjawab pertanyaan2 tentang informasi yg dimilikinya.
3. Peran decisional : yang dilakukan oleh manajer adalah sebagai entreprenuer, sebagai orang yg menangani gangguan, sebagai orang yg mengalokasikan sumber2 dayaorganisasi, dan sebagai negosiator jika terjadi konflik di dalam organisasi.
6. KEAHLIAN & KEMAMPUAN MANAJEMEN
Keahlian Manajer : Seorang manajer yang berhasil harus memiliki banyak keahlian, tetapi ada dua yang mendasar yaitu komunikasi dan pemecahan masalah. Manajer berkomunikasi dengan bawahannya, atasannya, manajerlain ditingkat yang sama, dan dengan orang-orang diluar perusahaan. Mereka juga memecahkan masalah dengan membuat perubahan-perubahan pada operasi perusahan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya.
– Komunikasi :
– Memecahan masalah
• Pengetahuan Manajer :
– Mengerti Komputer (computer literacy) : pengetahuan ini mencakup pengertian mengenai istilah-istilah computer, pemahaman mengenai keunggulan dan kelemahan computer, kemampuan menggunakan computer.
– Mengerti Informasi (Information literacy) : meliputi pengertian bagaimana menggunakan informasi pada tiap-tiap tahap dari prosedur pemecahan masalah, dimana informasi dapat diperoleh, dan bagaimana membagikan informasi dengan orang lain.
Mengerti informasi tidak tergantung pada mengerti computer, seorang manajer dapat mengerti informasi tapi tidak mengerti computer. Kenyataannya jika seseorang diharuskan memilih, mengerti informasi lebih penting. Namun idealnya, seorang manajer harus mengerti computer dan informasi.
0 komentar:
Posting Komentar